14.9.13

Bahasa Arab = Simbol Islam?

Hari ini saya bertemu seorang konsultan dari Jakarta di suatu hotel di Surabaya. Setelah selesai pembahasan tentang urusan kerja, kita enak ngobrol berbagai hal tentang Indonesia dari kacamata orang Jepang dan Jepang dari kacamata orang Indonesia.

Sejak dulu, ada satu hal yang saya merasa agak aneh. Dalam ceramah ulama, imam, atau guru agama Islam, mereka umumnya pakai Bahasa Arab. Muslim dan muslima diharapkan dapat membaca al-quran dengan Bahasa Arab. Maka, untuk memahami agama Islam secara benar, pemahaman Bahasa Arab itu rupanya wajib. Saya kagum mereka yang menguasai Bahasa Arab.

Pada waktu masih muda, saya juga selalu dibimbing oleh senior saya dengan mengatakan bahwa saya harus menguasai minimum Bahasa Indonesia kalau mau memahami tentang Indonesia. Dengan demikian, pembacaan koran berbahasa Indonesia seperti Kompas menjadi kewajiban saya sehari-hari. Maka, mungkin benar juga perlu menguasai Bahasa Arab untuk memahami agama Islam.

Memang perlu menguasai Bahasa Arab untuk memperdalam pengetahuan tentang agama Islam. Namun, yang menguasai Bahasa Arab belum tentu orang yang beragama Islam saja.

Dalam buku tentang Islam, terlihat banyak huruf Arab. Kalau ada huruf Arab, rupanya muncul suatu nuansa Islam.

Saya pernah mengunjungi suatu desa yang mencoba menerapkan Syariah Islam. Selain baju, ada petunjuk nama jalan yang huruf Roman digantikan dengan huruf Arab. Maaf, saya tidak bisa baca ini jalan apa. Ini berarti huruf Arab dianggap simbol Islam, bukan?

Dalam masa puasa dan lebaran, terlihat banyak huruf Arab dan kalimat Bahasa Indonesia yang ditulis seolah-olah seperti huruf Arab. Semuanya untuk nuansa Islam.

Namun, saya menyadari bahwa Bahasa Arab adalah Bahasa yang digunakan oleh masyarakat Arab. Masyarakat Arab tidak semuanya muslim. Ada juga yang beragama kristen dan lainnya. Mereka juga memakai Bahasa Arab dalam kehidupan sehari-hari.

Bagaimana kami seolah-olah merasa Bahasa atau huruf Arab diidentikkan dengan agama Islam?

Bahasa dan agama tidak perlu terikat satu sama lain. Bahasa Arab tidak dimiliki oleh muslim saja tetapi oleh masyarakat non-muslim yang hidup di wilayah Arab atau keluarga berasal dari Arab di seluruh dunia.

5.9.13

Nasib Rupiah

Mata uang Indonesia Rupiah melemah terus sejak beberapa akhir tahun lalu. Penyebabnya defisit neraca pembayaran yang berdasar dari penurunan ekspor dan peningkatan impor. Baru pertama kali, Indonesia mengalami defisit perdagangan luar negeri (impor > ekspor) pada bulan Juli 2013.

Ini agak kaget buat sebagian besar orang Jepang karena Indonesia terkenal sebagai negara kaya dengan ekspor migas ke luar negeri termasuk Jepang. Dengan kekayaan sumber daya alam, Indonesia selama ini selalu menonjolkan ekspor daripada impor.

Zamannya berubah. Saat ini ketergantungan terhadap impor oleh Indonesia begitu meningkat, sedangkan pengadaan minyak makin sedikit dan akhirnya upaya eksploitasi minyak pun tersendat karena tidak profitabel lagi.

Dinamika pasar konsumen domestik bergairah dan penjualan mobil tumbus 1 juta unit per tahun dan menjadi 1,1 juta unit pada tahun 2012. Ini dianggap tanda kuatnya pasar domestik Indonesia. Namun demikian, ini mendorong impor bensin dan solar dari luar karena Indonesia belum memiliki fasilitas pembuatannya secara ekonomis sampai sejauh ini. Ironis. Boom pasar domestik ternyata memperbesar impor dan memperburuk neraca pembayarannya.

Perubahan situasi minyak mempengaruhi pada gas alam juga. Kebutuhan gas alam di dalam Indonesia makin naik tetapi penyediaannya terbatas karena terganjal dengan kontrak ekspor gas alam jangka panjang dengan Jepang, Korea dan Cina. Akibatnya, Indonesia yang negara ekspor gas alam terpaksa siap cadangannya dengan pembelian spot gas alam di Timur Tengah dengan harga pasar yang begitu tinggi. Ironis juga.

Selain itu, produk ekspor primadonna pada 1980-1990 an, seperti tekstil, mebel, sepatu, dsb, sebagai industri padat karya, sudah tidak bisa bersaing lagi dengan negara-negara lain karena biaya produksinya makin meningkat dengan kenaikan upah buruh yang sangat drastis. Banyak pengusaha terpaksa putus asa untuk masa depan industri padat karya di Indonesia.

Mestinya harus ada produk ekspor baru yang bersaing di pasar dunia. Tapi ini tidak mungkin tanpa upaya bertahun-tahun untuk mengembangkan produk tersebut. Selama 10-15 tahun ini, apa yang dilakukan oleh Indonesia untuk memunculkan produk ekspor baru?

Maaf, hampir tidak terlihat itu. Kenapa? Karena tanpa upaya tersebut, neraca pembayaran cukup baik. Mengapa cukup baik? Karena ekspor hasil pertambangan cukup baik karena harganya baik di pasar dunia. Selama 10-15 tahun ini, bisa dikatakan bahwa Indonesia lupa atau dilupakan industrialisasi tahapan berikutnya. Indonesia kembali lagi ke negara ekspor barang premier dari ekspor produk industri. Memang begitu shock krisis moneter-ekonomi-politik-sosial berat sekali untuk Indonesia.

Padahal, tahun 2015 adalah batas waktu untuk masuk pasar bebas ASEAN. beberapa tahun ini, Indonesia baru menyadari hal ini.

Dari kalangan masyarakat Jepang, Indonesia dianggap negara bahaya dan beruk sampai beberapa tahun yang lalu karena peristiwa teroris, kerusuhan dan bencana alam yang sering terjadi.

Namun, sejak sekitar tahun 2010, Imej Indonesia tiba-tiba berubah. Indonesia adalah negara prospek yang sangat tinggi. Pasar domestiknya kuat. Ada bonus penduduk. Indonesia menjanjikan masa depan bisnis perusahaan Jepang yang sedang mengalami kesulitan di dalam Jepang.

Terus terang saja, saya sangat heran mengapa tiba-tiba berubah pandangan terhadap Indonesia dari hitam jadi putih.

Saat ini, sambil melihat goyangan rupiah, orang Jepang mulai ragu-ragu tentang kelanjutannya bisnis di Indoensia. Mereka ingin percaya bahwa Indonesia masih tetap bagus. Namun, tidak yakin apakah itu benar. Jika orang Indonesia sendiri tidak percaya mata uang rupiah, mana mungkin orang asing lebih percaya rupiah daripada orang Indonesia sendiri.

Pada waktu krismon, banyak kalangan melarikan dollar ASnya dari Indonesia ke Singapore. Ini bukan orang asing saja tetapi orang Indonesia juga. Waktu itu ada "Gerakan Mencinta Rupiah" oleh keluarga Presiden Suharto. Tetapi itu bukan masalah emosional tetapi masalah nyata. Hampir semua orang tidak percaya bahwa Indonesia masih bagus. Ketidakpercayaan terhadap negaranya sendiri akhirnya hancurkan ekonomi Indonesia sendiri.

Saat ini, belum semua orang yang tidak percaya masa depan Indonesia. Ini berbeda dengan waktu krismon. Tetapi kita belum tahu apa yang terjadi beberapa bulan kemudian. Dan apa yang terjadi ini sangat tergantung apa yang kita lakukan. Yang penting kita tetap menjaga cool head dan jangan panik.