17.8.13

Orang Indonesia yang saya ketemu di Taiwan

Liburan cuti atau home leave saya sebentar lagi habis. Saya berangkat dari Surabaya pada tanggal 3 Agustus dan singgah di Taiwan pada tanggal 4-5 Agustus. Setelah itu, saya berangkat ke Tokyo. Pada tanggal 16 Agustus, saya singgah dulu di Taiwan lagi, dan saat ini (tanggal 17 Agustus) saya menunggu pesawat Eva Air yang berangkat dari Taipei ke Surabaya.

Selama di Taiwan, saya ketemu orang Indonesia dua kali.

Yang pertama, di dalam bis di Taichung pada tanggal 4 Agustus. Tiga orang Indonesia kebetulan naik bis yang saya dan teman saya naik.

Mereka mabuk. Salah satu orangnya mentah-mentah dengan kantung plastik. Mereka duduk di paling belakang. Mereka teriak dengan kata-kata kotor yang tidak mungin dipahami oleh masyarakat Taiwan di dalam bis.

Tanggal 4 Agustus masih di dalam puasa. Mereka teriak dengan kata "Tidak takut Jakarta". Tentu saya tidak bisa mengerti artinya apa. Namun bisa membayangkan bahwa mereka menghadapi suatu masalah dengan Jakarta. Atau mungkin tidak mampu untuk pulang kampung pada waktu Lebaran.

Karena mereka mabuk dan teriak terus, saya minta mereka tenang di dalam ruang publik bernama bis. Mereka kaget karena tiba-tiba dengar Bahasa Indonesia di dalam bis di Taichung. Lalu, langsung mereka bilang minta maaf.

Di Jepang, salah satu kemampuan yang diminta adalah daya tahan terhadap stres. Jika tidak ada, dia sulit hidup di dalam dunia perusahaan.

Bagaimana daya tahan orang Indonesia terhadap stres? Rupanya, sangat lemah di bandingkan orang Jepang. Maka, lebih mudah jadi panik jika menghadapi suatu masalah yang dianggap besar.

Saya tidak mau mengatakan bahwa orang Indonesia harus meningkatkan daya tahan terhadap stres. Justru yang ideal adalah dunia tanpa stres. Jika tidak perlu, manusia tidak perlu merasa stres.

Namun demikian, saya tidak bisa memihak mereka yang mabuk dan teriak di dalam bis di Taichung. Ini sudah membuat suatu imaj tentang orang Indonesia oleh masyarakat Taiwan. Mereka bisa mabuk dan teriak di tempat pribadi mereka, bukan di tempat umum.

Selain ini, tadi ketemu pembantu orang Indonesia yang membantu majikannya untuk naik di dalam mobil mewah. Dia melakukan halus untuk membantu majikannya. Ini adalah salah satu kemampuan khas orang Indonesia, menurut saya. Saya sampaikan "Selamat bekerja", dan dibalas senyum dari dia.

Menurut surat kabar berbahasa Cina di Taipei, ruang umum di bawah Stasiun Taipei dipenuhi oleh masyarakat Indoensia yang berada di Taipei. Mereka kumpul untuk ngobrol, makan, atau tukar informasi antara sesama orang Indonesia. Di dalam masyarakat Taiwan, ada pendapat pro dan kontra.

Ada opini bahwa mereka harus diusir dari ruang umum karena sangat menggangu masyarakat lain. Sedangkan ada juga opini bahwa masyarakat Taiwan harus mamahami keadaan mereka dan mereka perlu diperhatikan dengan membuat ruang untuk kumpulan mereka (tentu harus tertib juga). Pendapat pro ini berdasar dari kamatangan masyarakat Taiwan.

Secara nyata, peranan TKI di Taiwan sudah cukup berarti dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Taiwan. Masyarakat Taiwan mulai memahami posisi TKI dan mau bersikap inklusif daripada mengusir TKI.

Namun, jangan salah paham. Ini bukan pengakuan msyarakat Taiwan memanjakan TKI. TKI juga harus mengikuti aturan main Taiwan dan tidak boleh lupa posisinya sebagai warga asing yang diperbolehkan tinggal di Taiwan.

Saya mengharapkan tidak ada lagi orang Indonesia yang mabuk dan teriak di ruang umum. Saya mengharapkan okupansi ruang umum di bawah Stasiun Taiwan jangan dianggap wajar dan hak khusus orang Indonesia.

Ini sebuah gambaran yang saya melihat orang Indonesia di Taiwan.